Banyak orang sering mendengar istilah advokat dan pengacara digunakan secara bergantian, seolah-olah memiliki makna yang sama. Namun, tahukah kamu bahwa kedua istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan? Meski sekilas tampak serupa, ada beberapa aspek yang membedakan keduanya. Berikut penjelasannya.
Menurut Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), profesi seperti advokat, penasihat hukum, pengacara praktik, dan konsultan hukum semuanya disebut sebagai Advokat. Sebelum undang-undang ini diberlakukan, istilah-istilah tersebut memiliki definisi dan regulasi yang berbeda.
Perbedaan Pengacara dan Advokat
- Wilayah Kerja
Advokat memiliki kewenangan untuk beracara di seluruh Indonesia. Sementara itu, pengacara hanya dapat berpraktik di wilayah yang sesuai dengan surat izin praktiknya. Jika seorang pengacara ingin menangani perkara di luar wilayah izinnya, ia harus mengajukan izin ke pengadilan setempat. - Kewenangan Menggugat
Advokat memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan, sedangkan pengacara tidak memiliki kewenangan ini. - Persyaratan Akademik
Baik advokat maupun pengacara harus memiliki gelar sarjana hukum. Namun, untuk menjadi advokat, seseorang harus menyelesaikan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan lulus Ujian Advokat. Sementara itu, pengacara tidak diwajibkan mengikuti kedua tahapan ini. - Keanggotaan Organisasi
Dahulu, advokat dan pengacara memiliki organisasi profesinya masing-masing. Namun, saat ini seluruhnya tergabung dalam satu organisasi advokat, yang menaungi seluruh praktisi hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun istilah pengacara dan advokat memiliki perbedaan di masa lalu, saat ini keduanya telah dilebur dalam satu sistem dan disebut sebagai advokat berdasarkan UU Advokat. Dengan demikian, tidak perlu lagi ada kebingungan dalam membedakan kedua istilah tersebut, karena pada dasarnya mereka kini memiliki peran dan kewenangan yang sama.
Leave a Reply